
Dalam kegelisahannya yang memilukan ia bergulat mencoba keluar dari pikiran dan tradisi feodal di sekitarnya. Beliau berkeyakinan bahwasannya keluar dari lingkungannya untuk mencari kebenaran adalah hal yang mulia.
“Kartini jadul” (jaman dulu) adalah pengguna Teknologi Informasi. Beliau pelanggan produk informasi saat itu, yaitu dengan menjadi pembaca setia surat kabar terbitan Semarang, De Locomotief. Beliau juga membaca majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Yang dilakukan beliau pada saat itu adalah menuangkan pikiran, memanfaatkan Teknologi Informasi untuk berinteraksi, melakukan transformasi dan memberikan inspirasi. “Kartini Jadul” yakin siapa yang menguasi informasi, dialah pemenangnya.
Tak jauh dari apa yang sedang populer di dunia Teknologi Informasi. Salah satunya, berinteraksi lewat blog. Blogging secara positif adalah menuangkan berbagai pemikiran, dalam personal web site (blog) untuk kemudian mendapatkan tanggapan dalam diskusi interaktif, yang positif tentunya, pada akhirnya bisa ditranformasikan dan bisa menginspirasi banyak orang untuk melakukan hal-hal yang positif.

Di era dunia tanpa batas dan kebebasan berpendapat yang dijamin undang-undang, mestinya Indonesia bisa memunculkan banyak Kartini modern yang sesuai kompetensinya.
Sudah seharusnya “Kartini Modern” mulai memanfaatkan internet sebagai wadah untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi. Kartini Modern harus mampu menjadi tauladan bagi kartini yang akan datang the future’s kartini. The best Kartini adalah smart simple dan bermartabat.
Kartini Modern bisa facebook-an gak?
ReplyDeleteKalau Kartini Modern mungkin dah punya facebook, tapi kartini jaman dulu (jadul)hanya punya pace book.... he he he
ReplyDelete